25 August 2009

Kata Yang Tak Terucap

Ini, cerpen yang sempet bikin Bu Danti nanya, "Kamu pernah coba masukkin cerpen ke majalah g?"

Haha.. Cerpen ini brawal dari tugas Cerpen sekolah. Katanya harus bikin cerpen sesuai pengalaman pribadi masing2.. Akhirnya gw buatlah cerpen ini...

KATA YANG TAK TERUCAP

Disana si bodoh itu duduk, tepat di belakang pujaan hatinya. Ini adalah tahun kedua yang ia lewati bersama wanita itu, tanpa mengucapkan apa-apa. Waktu menunjukkan pukul 09.45, Candi Prambanan, tujuan Bis itu pun sudah terlihat di depan mata. Akhirnya mereka semua turun dari Bis itu dan menjelajahi Candi tua itu layaknya anak ayam yang baru keluar kandang. Si bodoh berjanji semalam, pada pujaan hatinya, bahwa ia tidak akan pernah beranjak dari sisinya selama sisa perjalanan Live In. Kata si bodoh, ia ingin membuktikkan cintanya. Haha. Omong kosong ke sekian rupanya.
Ya, ini adalah sebuah perjalanan Live In SMA biasa bagi hampir setiap orang. Namun banyak hal yang ada di luar nalar manusia yang terjadi. Mungkin cukup tidak masuk akal bagi orang-orang Eksakta atau kita sebut saja orang-orang IPA mempermasalahkan cinta. Tapi itulah yang terjadi. 2 Bis anak-anak IPA, penuh dengan kehangatan, tawa dan kebersamaan diluar hakikat mereka sebagai IPA yang sering dicap kaku. Mereka bukanlah anak-anak IPA biasa! Itu yang harus saya tekankan dari awal.
Live in dimulai 4 hari sebelum hari si bodoh-terjatuh-untuk-kedua-kalinya. Sedangkan kisah cinta yang berat sebelah ini sudah dimulai jauh sebelum itu. Sebelum naik ke kelas 2IPA, si bodoh sudah melalui proses jatuh cinta. 4 bulan 37 hari lamanya waktu yang ia butuhkan untuk jatuh cinta pada pujaan hatinya itu. Tepat tahun baru, si bodoh menyatakkan akan mulai mengejar cinta pujaan hatinya itu. Pujaan hatinya itu telah salah besar memberikan si bodoh kesempatan.
Satu hari di dalam Live in itu, tepat jam 4 pagi. Si bodoh bersama 2 temannya pergi dari dumah induk semang mereka. Bermodalkan senter, jaket dan sepasang sendal jepit Swallow yang sudah usang, si bodoh pergi menaklukkan subuh. Dia pikir dirinya adalah Pangeran Kuda Putih yang membawa pedang dan perisai untuk menyelamatkan putri tidur. Dengan gagah ia bersikukuh dalam hati untuk mengatakan 3 kata yang ingin ia ucapkan sejak semusim yang lalu. Ia berjalan bersama dua sahabat yang mengancam akan membunuhnya jika ia tidak berani mengucapkan kata-kata yang belum sempat ia ucapkan itu.
Setengah jam berlalu, sampailah mereka di depan rumah induk semang Biblet, nama panggilan si bodoh untuk wanita itu. Lampu masih remang-remang, matahari pun masih malu-malu mengintip di balik tepian Merapi. Biblet dan 2 teman serumahnya masih tertidur lelap. Akhirnya si bodoh mengambil handphone dari sakunya. Dengan hati yang berdebar dan pulsa yang sekarat, ia pun menelpon Biblet. “Eh, bukan pintu dong.. Gw udah di depan rumah induk semang lo nih,” begitulah kalimat si bodoh. Dengan setengah mata terpejam, Biblet dan 2 temannya yang lain pun membukakan pintu.
Mulailah kedua sahabat si bodoh bersautan memaksa si bodoh mengungkap isi hatinya. “...Em.. em... Gimana live in nya?” tanya si bodoh pada Biblet. Namanya juga si bodoh, dia terlalu takut mengucapkan isi hatinya. Akhirnya mereka pun berbincang-bincang bersama sebelum pergi ke tempat teman-teman yang lain.
Mereka memutuskan pergi menuju tempat teman dekat Biblet. Mereka berjalan menyusuri kebun salak warga. Melintasi jalan setapak yang sudah tidak terhitung lagi jasanya bagi warga sekitar. Tibalah mereka pada suatu aliran sungai kecil. Disana begitu indah, lebih indah dari rangkaian bunga mawar. Si bodoh akhirnya mulai menyiapkan hatinya. Ia berhenti sebentar dan berjalan di samping Biblet. Mulai menyusun rencana busuk yang tidak diketahui Biblet. Ternyata si bodoh berniat mengucapkan kata-kata itu disini. Ketika yang lain sudah berjalan lebih dahulu dan menyisakan mereka berdua. Bukankah itu akan menjadi sebuah romansa anak muda yang indah?
“Eh.. Sendal gw!” jerit salah satu teman Biblet yang memang sering dicap pengacau. Dan ternyata satu jeritan itu telah membuat si bodoh mengurungkan niat tulus nan busuknya. Sendal jepit si pengacau terselip di bebatuan sungai kecil itu. Si bodoh pun akhirnya melangkah lebih cepat sambil memukul kepala, “Mati gw!” katanya dalam hati.
Candi Prambanan, saksi bisu sejarah sepasang. Konon, orang yang sedang menjalin hubungan yang dekat di Candi ini, kelak tidak akan dapat bersatu. Sehingga banyak sekali pasangan yang justru menghindari pasangannya masing-masing disini karena takut akan mitos tersebut.
Tapi janji adalah janji, dan janji tidak dapat di ingkari. Si bodoh ini tetap melenggang dan berusaha melangkah di samping Biblet selama di Candi Prambanan. Si bodoh berpikir bahwa ia adalah seorang pahlawan yang dapat melakukkan apa saja yang diluar nalar manusia. “Aku percaya akan Tuhan. Mitos hanyalah omong kosong, pada akhirnya Tuhan yang menentukan segalanya,” kata si bodoh dalam hati.
Akhirnya si bodoh berfoto-foto ria bersama dengan beberapa teman lain. Tentu Biblet tetap menjadi objek foto yang terindah baginya. Si bodoh tidak pernah berpikir sebelumnya, entah keberanian atau kepengecutannya yang ingin ia sembunyikkan kelak akan membawanya pada kehancuran.
Jam menunjukkan pukul 12.00. Mereka segera berkumpul kembali di Bis. Kali ini tujuan mereka adalah Malioboro. Perjalanan yang tidak begitu panjang diselingi dengan makan siang dan berbelanja Bakphia elit yang mungkin memang rekanan bisnis sang empunya Bis. Sekitar pukul 15.00 mereka tiba di Malioboro.
Si bodoh sudah pasti langsung mengekor Biblet dengan sigapnya. Mereka pun berjalan menyusuri lorong-lorong sempit Malioboro. Menghabiskan waktu bersama. Membeli beberapa baju untuk adik-adik kecil mereka. Sampai akhirnya mereka semua dipanggil kembali untuk berkumpul di Bis.
Di dalam bis pun semua berjalan biasa-biasa saja. Canda, tawa yang tanpa disadari akan berubah menjadi sebuah tangisan tahun depan. Waktu yang penuh kebersamaan ini kelak sudah akan tiada. Kita harus terus melanjutkan hidup, entah kapan baru bisa bertemu kembali.
Kini sore telah berganti menjadi malam. Sesudah makan malam, si bodoh mendapat keajaiban, ia duduk di sebelah Biblet.
“Gw pengen ngomong sesuatu nih sama lo,” kata si bodoh.
“Apa?” tanya Biblet dengan polosnya.
“Hadu.. Gimana ngomongnya ya... Susah,” jawab si bodoh.
“Apaan cepetan,” sahut Biblet.
“Ntar aja deh.. Ga jadi,” jawab si bodoh mengelak.
“Ck.. Ahh.. Yaudah, ga usah ngomong mendingan,” sentak Biblet.
“Ehm.. gw.. gw.., ah ribet ah ngomongnya,” gusar si bodoh itu.
“Ketik deh.. ketik..,” sahut Biblet sambil mengambil handphone si bodoh.
Akhirnya si bodoh dengan bodohnya mengetikkan kalimat yang berbeda dari yang ingin ia ucapkan. Ia menulis “Lo mau ga jadi cewe gw?” Dasar bodoh, namanya juga si bodoh tentu tindakannya juga bodoh. Ia terlalu pengecut untuk mengutarakan yang sesungguhnya.
“Lalu apa jawabannya?” tanya si bodoh dengan senyumnya yang menjijikan. “Hmmm.. Ntar aja ya,” jawab Biblet.
“Kok gitu.. Kapan?” tanya si bodoh penasaran.
“Gw bilang ntar ya ntar.. Mending ngitungin menit aja yu,” katanya sambil menunjuk jam digital di sebelah kiri depan Bis.
“Ayo.. Deh.,” jawab si bodoh dengan sedikit bertanya-tanya.
Akhirnya sisa malam di Bis itu dilewati si bodoh semalaman dengan menatap wajah Biblet yang tertidur lelap di sampingnya. Wajah yang lelah itu, terlelap dalam malam. Kadang si bodoh sedikit tersenyum karena kepala Biblet yang senantiasa bergoyang ke kiri dan ke kanan. Si bodoh sama sekali tidak ingin beranjak dari momen ini. Baginya, menatap wajahnya sudah lebih dari cukup walau memang ada keinginan untuk memiliki.
Beberapa bulan telah berlalu, kini mereka semua telah naik ke kelas 3 SMA. Si bodoh yang setengah mati mengejar cinta yang memang bertepuk sebelah tangan itu telah membuat lubangnya sendiri. Biblet pada akhirnya memilih bersama salah seorang teman si bodoh yang turut menemaninya ketika menyusuri malam ketika Live In dulu.
Tapi satu hal, si bodoh yakin sekali kalau ini bukanlah karena Mitos Candi Prambanan. Ada batas yang jelas antara rasa cinta dan rasa sayang. Ketika kita mencintai seseorang, kita tidak perduli pada perasaan kita sendiri selama orang yang kita cintai itu bahagia. Rasa sayang sedikit jauh lebih egois dari itu. Cinta si bodoh tidak dibuktikan ketika Live In. Sesungguhnya cintanya harus dibuktikan ketika Biblet dan salah satu teman dekatnya menjadi sepasang kekasih. Ia harus ikut bahagia apapun kondisinya karena jika ia merasa sedih sedikit saja, berarti ia tidak benar-benar mencintai Biblet. Bagi si bodoh, cinta tidaklah harus memiliki. Walau memang terkadang kenyataan begitu pahit. Namun itulah hidup. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Segala sesuatunya kembali pada Tuhan.
Si bodoh terkadang masih sedikit banyak bertanya-tanya apa yang sebenarnya sedang terjadi. Ia tidak yakin apakah bahagia atau sedih yang ada di dalam hatinya. Ia hanya bisa tersenyum ketika orang bertanya tentang Biblet. Bahkan sampai detik inipun, si bodoh belum sempat mengucapkan secara langsung kata-kata yang ingin ia sampaikan malam itu, kata-kata yang juga ingin ia sampaikan di sungai kecil itu. Kata-kata singkat yang sudah terlalu terlambat untuk diucapkan padanya. Kata-kata itu adalah, “Aku cinta kamu, terlalu mencintai kamu”
Dan demikianlah si bodoh menuliskan beberapa halaman kehidupannya.

Ditelorkan oleh Steve Yudea pada 7:59 PM

9 telor pecah